UU Cipta Kerja Berdampak Buruk Bagi Masyarakat Adat

Masyarakat adat Kasepuhan Cibarani mulai resah karena UU Cipta Kerja (UU CK) akan berdampak buruk bagi masyarakat adat yang bergantung hidup di sekitar dan di dalam Kawasan hutan.

Keresahan ini mulai disadari oleh masyarakat adat kasepuhan Cibarani yang mengikuti pelatihan menghadapi dampak UU CK yang diselenggarakan oleh The Institute for Ecosoc Rights pada Minggu, 12 Desember 2021.

Sebanyak ratusan anggota masyarakat adat Kasepuhan Cibarani yang menjadi peserta dalam pelatihan ini menyadari bahwa ada sekian banyak ketentuan di dalam UU CK yang berpotensi mengkerdilkan hak-hak masyarakat adat di kawasan hutan.

UU CK dinilai tidak memberikan jaminan dan perlindungan hukum bagi masyarakat adat yang berladang secara tradisional, seperti membersihkan rumput dengan cara membakar dan menebang kayu.

Dalam berbagai kasus yang terjadi, masyarakat adat yang bergantung hidup di sekitar dan Kawasan hutan selalu menjadi korban kriminalisasi dan perampasan lahan, padahal hutan adat adalah hak ulayatnya masyarakat adat.

Lemahnya pengakuan negara terhadap hak masyarakat adat dalam UU CK ini juga dikeluhkan oleh para tokoh masyarakat adat Kasepuhan Cibarani yang menyadari bahwa hak atas hutan adatnya telah ‘dikebiri’ oleh Pemerintah.

Masyarakat adat Kasepuhan Cibarani antusias menyimak pembahasaan dampak buruk UU CK terhadap masyarakat adat.

Abah Dulhani, salah satu tokoh masyarakat adat Kasepuhan Cibarani, mengemukakan bahwa masyarakat adat Kasepuhan Cibarani sebenarnya sudah mendapatkan pengakuan wilayah adat seluas 664 Hektar melalui Perda No.8 Tahun 2015. Namun, hanya sekitar 490 Hektar saja hutan adat kasepuhan Cibarani yang diakui oleh pemerintah melalui SK Menteri LHK Tahun 2019.

Sementara itu, UU CK dinilai lebih berpihak kepada kepentingan korporasi swasta. Pasal-pasal perubahan dalam UU CK justru memberikan keringanan sanksi dan denda bagi para pelaku kejahatan lingkungan, seperti pencemaran limbah B3 di sungai.

Kecuali itu, dampak buruk UU CK juga berpotensi menambah deforestasi di kawasan hutan karena memberikan kemudahan izin di Kawasan hutan lindung bagi para pelaku usaha yang terlanjur menguasai kawasan hutan tanpa izin. ***